Minggu, 25 Juli 2010

Perubahan Alamat E-Mail

Kepada para pembaca Blog Balai Adat Budaya Karo Indonesia ...

Ada perubahan alamat email bagi anda yang ingin memesan buku,yaitu :
1.Dinamika Orang Karo,Budaya dan Modernisme
2.Lentera Kehidupan Orang Karo dalam Berbudaya
3.Dinamika Peradatan Orang Karo


Agar memesannya melalui email ke alamat dibawah ini :

sarjani_tarigan@yahoo.co.id
atau ...
balaiadat@gmail.com




Terima Kasih atas perhatian Anda ...



^Artanininai_Tarigan^

Wilayah Suku Haru

WILAYAH YANG DIHUNI SUKU

BANGSA HARU

Pada mulanya bangsa ini bernama suku bangsa Haru kemudian disebut Haro, dan akhirnya dinamai suku bangsa Karo, khusus untuk nama yang menghuni wilayah suku bangsa karo sekarang ini.

Menurut penyelidikan, setelah hancur Kerajaan Haru Wampu, Kerajaan Lingga Timur, Kerajaan Haru Deli Tuwa pada abad ke 16 akibat ageresi bala tentera Kesultanan Aceh ke Wilayah Bangsa Haru maka sejak itulah pecahnya bangsa Haru menjadi beberapa suku bangsa. Yaitu Suku Bangsa Karo, Simelungun, Pakpak, Alas, Gayo, Singkel dan Keluat.

Latar belakang perpecahan suku bangsa Haru ini, ialah disebebkan pengaruh kekuasaan Kesultanan Aceh sebagai pemenang/penakluk kerajaan-kerajaan Haru pada tahun 1539 dan tahun 1564, yang tujuan agresinya meng-Islam-kan suku bangsa Haru penganut agama Hindu Perbegu dari Sekte Ciwa.

Penduduk suku bangsa Haru yang didaerah Kayo, menjadi suku bangsa Kayo, kemudian dinamai suku bangsa Gayo. Penghuni daerah Talas, dinamai suku bangsa Talas kemudian disebut suku bangsa Alas. Bangsa Haru yang mendiami daerah Keluat dinami suku bangsa Keluat, dan penduduk bangsa Haru yang mendiami sepanjang sungai Singkel dinamai menjadi suku bangsa Singkel dan semuanya masuk menjadi agama Islam. Hal ini berkaitan dengan ketetapan yang diundang oleh Sultan Iskandar Muda Mahkota Alam Johar Berdaulat Perkasa (tahun 1606-1636) bahwa semua warga Negara Aceh harus beragama Islam.

Penduduk suku bangsa Haru di daerah Pakpak, menjadi suku bangsa Pakpak. Suku bangsa Haru yang mendiami daearah Simelungun, disebutkan suku bangsa Simelungun. Suku bangsa Haru yang mendiami daerah Karo sekarang ini kemudian disebut suku bangsa Haro lalu sampai sekarang ini dinamis suku bangsa Karo berubah dengan ejaan ‘u’, banyak terdapat dalam kata-kata bahasa Haru berobah dengan ejaan ‘o’, lalu akhirnya nama Haro berobah menjadi Karo, dimana ejaan ‘H’ berubah menjadi ejaan ‘K’, karena pengaruh situasi dan lingkungan.

Bahasa Karo Tua Haru sebagaimana yang terdapat dalam pustaka Alim Kembaren, terbanyak memakai ejaan u seperti ‘dungkuh’, sekarang disebut ‘dengkeh’ artinya dengar. ‘Gular’ sekarang diucapkan ‘gelar’ dll. Disalah satu daerah Karo, orang-orang tua masih ada yang menyebutkan Karo itu dengan kata ‘Karau’ yaitu daerah Urung Julu.

Ada juga yang berpendapat bahwa nama suku bangsa Haru itu, berubah menjadi Harau, kemudian menjadi Karau, lalu menjadi Karo sekarang ini.

Sejak itu suku bangsa Haru, Karau atau Karo didaerah pesisir pantai laut Sumatera Timur menjadi penganut Islam yang pada waktu itu lazim disebut ‘Jawi’ dan sekaligus menyebutkan juga suku bangsa Melayu, pengaruh dari pedagang-pedagang Malaya dan pengaruh penguasaan Kesultanan Aceh didaerah itu.

Yang bertahan dalam agama nenek moyangnya, ialah suku bangsa Semulungun, Toba, Karo dan Pakpak. Kemudian setelah datang agama baru yang dibawa bangsa Eropa lambat laun suku bangsa Toba, Simelungun dan Pakpak sebagian besar masuk menjadi penganut agama Kristen.

Pada tahun 1890 Maskepai-maskepai Perkebunan Tembakau Delidan Pemerintah Kolonial Belanda, memasukkan Missi Kristen Zending Henoschap ke Buluh Awar Tanah Karo, dimana mesiu peperangan sedang membakar Karo Jahe (Deli), Karo Serdang dan Karo Langkat, antara tentera Kompeni Belanda dengan laskar-laskar Simbisa Karo/Melayu. Maksuk dan tujuan pemerintah Kolonial Belanda mengirimkan Missi Zendingnya ialah untuk menjinakkan rakyat dan pejuang-pejuang Karo, yang masih keras menetang dan melawan perampasan-perampasan tanah adat oleh Maskapai Perkebonan Tembakau/Pemerintah Kolonial Belanda.

Walaupun pada tahun 1907 daerah Karo seluruhnya sudah takluk kepada Pemerintah Kolonial Belanda, dan Missi Zending Henoschap berleluasa mengembangkan agama Kristen, dan Missi Mubalih-mubalih Islam mencari pengaruh di daerah karo, namun sampai tahun 1945 penganut Kristen dan Islam masih berbilang jari, dan agama Hindu/Perbegu tetap unggul, dan sampai tahun 1965 agama Hindu/Perbegu/Pemena tetap mayoritas di daerah Karo.

Walaupun berganti silih Pemerintah asing yang menguasai wilayah Karo, walaupun begitu hebatnya gergaji politik pecah belah penguasaan Kesultanan Aceh dan penguasa penjajah belanda, untuk menghancurkan Hinduisme dan kebudayaan Karo, namun agama Hindu Perbegu/Pemena itu tetap teguh berdiri ditengah-tengah masyarakat Karo, sebagai agama nenek moyangnya.

Menurut hasil penyelidikan, wilayah kerajaan Haru Wampu itu, mulai dari Tamiang sampai ke sungai Rokan dan dibagian pedalaman mulai dari Simelungun atas sepanjang Bukit Barisan sekarang ini, terus kelembah Aceh Besar.

Sebagaimana diuraikan dimuka bahwa setelah terjadi ageresi tentera Kesultanan Aceh kepusat kerajaan Haru Wampu, Haru Lingga Timur raja tahun 1539 dan agresi tentera Aceh kepusat Kerajaan Haru Deli Tua + tahun 1564, maka sejak itu terjadilah perobahan-perobahan besar dalam kehidupan masyarakat Haru atau Karo, maka sejak itu keatas penulis sebutkan jaman Karo Tua, sedangkan sejak dari tahun itu kebawah penulis menyebutkan jaman Karo Muda.

WILAYAH SUKU BANGSA KARO SEKARANG INI

Sebetulnya pada tahun 1862, sejak bangsa Belanda yang bernama Neunheys, di ijinkan Sultan Mahmud membuka perkebonan Tembakau disekitar Titi Papan dekat ke Labuhan, wilayah suku bangsa Karo itu mulai terasa terancam oleh expantie Kolonial Belanda, dan sejak itu mulai dari tahun 1872, secara serakah dan terang-terangan Pemerintah Kolonial Belanda melakukan expantie militernya sekeluruh daerah Karo, terus menerus sampai tahun 1907.

Setelah Panglima Nabung Surbakti gugur pada tahun 1907, dan hancurnya pasukan Panglima Kiras Bangun bersama pasukan-pasukan Silimin Sibayak Baturedan yang bermarga Sinu Lingga itu, barulah Pemerintah Belanda, merasa aman di daerah Karo, jauh sesudah pemerintah Kolonial Belanda menjalankan kekuasaan di daerah Tanah Karo, yaitu mulai pada tahun 1911, barulah Pemerintah Belanda menjalankan penetapan watas-watas Administrasi Pemerintahannya sejalan dengan siasat Politik Diveda Ed Imperanya memecah belah suku bangsa Karo.

Dengan terbitnya surat ketetapan tertanggal 13 April tahun 1911 Bijblad No. 7465, ditetapkanlah watas tanah Karo dengan tanah Simelungun, dimana Urung Silima Kuta yang beribu kota Nagasaribu adalah daerah Karo, dimasukkannya menjadi daerah tanah Simelungun.

Dengan tanah Dairi ditetapkannya pada stablad 1908 No. 604, dan derah Karo Balur disepanjang sungai Lau Renun dimasukkannya Kewilayah Kresidenan Tapanuli.

Karo Langkat dimasukkannya Kewilayah Afdeling Langkat yang diperintah oleh seorang Asisten Residen, berbangsa Belanda sebagai Pegawai Tinggi Gubernermen, sedang sultan Langkat sebagai Pemerintahan Bumi Putra mengepalai Afdeling Langkat.

Karo Jahe dan Karo Timur dimasukkannya ke Administrasi Afdeling Deli & Serdang yang diperintah oleh seorang Asisten Residen dari Gubernemen, sedang daerah Karo Jahe atau Deli diperintah oleh seorang Bumi Putra, berpangkat Sultan Deli yang dibawakan oleh seorang Konteler Gebernemen Resord Onderafdeling Deli Landen. Dan didaerah serdang ditetapkan seorang Sultan Serdang dibawah seorang konteler Belanda dari Gubernemen dengan resord Onderafdeling serdang.

Tanah tinggi karo Lanshap dikepalai oleh Raja Berempat yang terdiri dari 5 Lanshap, masing-masing Lasnshap dikepalai oleh Zelbesteur yang berpangkat Sibayak. Lanshap Lingga dikepalai oleh Sibayak Lingga berkedudukan dikampung Lingga membawahkan beberapa Raja Urung yang mengapalai Wilayah Urung.

Lashap suka dikepalai oleh Sibayak Suka, dan membawahkan beberapa Raja Urung, Lanshap Barusjahe dikepalai oleh Sibayak Barusjahe, membawahkan beberapa Raja Urung, Lanshap Sarinembah dikepalai oleh Sibayak Sarinembeh dan membawahkan beberapa Raja Urung, dan Lanshap Kuta Buluh dikepalai oleh Sibayak Kuta Buluh dan membawakan beberapa Raja Urung.

Raja Urung yang mengepalai Wilayah Urung, membawahkan langsung pengulu-pengulu ‘Kesain” ditiap-tiap kampong. Sebuah kampong ada terdiri 2, 3, 4 sampai 9 ‘Kesain’.

Raja Berempat atau sebayak-sibayak yang mengepalai lanshap, dibawahkan oleh seorang konteler dan seorang wakil konteler dari gubernemen yang mengepalai Resord Onderafdeling Karo Landen yang berkedudukan dikota Kabanjahe.

Dengan uraian diatas, maka jelaslah wilayah suku bangsa Karo itu, dipecah-pecah lagi oleh Pemerintah Colonial Belanda dengan politik divide ed imperanya yang terkanal itu.

Pemerintah Kolonial Belanda mempunyai konsep, bahwa suku bangsa Karo itu harus dipecah-pecah, supaya keutuhan pola kebudayaan Panca Merga atau Merga Silima itu dapat diobrak-abrik sampai hancur, dan diperbaharui dengan pola kebudayaan baru yang sesuai dengan pandangan hidup bangsa terjajah.

Tata susila Karo yang mencerminkan kepribadiannya yang jujur, dan anti segala bentuk penjajahan, menurut Pemerintah Belanda, harus direvisi dengan segala cara dan siasat, supaya masyarakat karo itu setidak-tidaknya jinak terhadap penjajahan Belanda. Itulah siasat politik Kolonial Belanda pada jaman tempo dulu, dengan mengalatkan Bybel ke Buluh Awar sebagai senjatanya yang ampuh tahun 1890.

Keutuhan pola kebudayaan Panca Merga suku bangsa Karo itu, cukup tangguh dan kuat, tidak dapat dilebur dan dihancurkan oleh Pemerintah Kolonial Belanda, sekalipun kaki-tangan Pemerintah Belanda meluaskan ajaran supaya adat istiadat Karo itu dihilangkan dan harus dihayati kebudayaan baru, namun kesatuan pandangan hidup suku bangsa karo itu tetap bagaikan pagar baja melingkari kebudayaan karo yang identik dengan Falsafah Pancasila.

Suku bangsa karo mempunyai bahasa sendiri, tari-tarian sendiri dengan alat-alat musiknya sendiri, dan adat istiadatnya, serta sistem merga yang turun menurun sebagai asalnya.

Menurut pandangan masyarakat Karo, sebagai manusia harus beradat, menunjukkan bahwa aturan-aturan adat itu harus dituruti dan dipatuhi. Orang tidak beradat, dipandang lebih jelek dari pada orang yang tidak beragama.

Batas-batas wilayah yang dihuni bangsa Karo sekarang ini ialah : kesebelah Timur berbatasan dengan Tanah Simelungun, kesebelah Barat berbatasan dengan Aceh Tenggara dan Aceh Timur, kesebalah Utara dengan Suku Melayu (Pantai Laut Sumatera Timur) dan ke Selatan dengan tanah Pakpak dan Danau Toba.

Didalam wilayah suku bangsa karo itu, terdapat pula bebarapa bagian daerah yitu :

  1. Daerah Karo Gugung, yaitu Tanah Tinggi Karo, meliputi wilayah Kabupaten karo sekarang ini. Daerah Karo Gugung, terbagi lagi dengan beberapa daerah, yaitu Taneh Urung Julu, Taneh Urung Gunung-gunung (Singalor Lao) dan Tanah Urung Melas.
  2. Daerah Karo Timur yaitu Serdang Hulu dan Daerah bekas Kecamatan Cingkes tahun 1946
  3. Daerah Karo Baluren, Urung Taneh Pinem dan Pamah, masing-masing disepanjang sungai Lau Renun, Ex-Kewedanaan Tingga Lingga
  4. Daerah Karo Jahe yaitu Deli Hulu
  5. Daerah Karo Binge, Karo Salapian, Karo Buah Orok, sekarang semunya disebutkan Karo Langkat.

Di daerah karo ini terdapat banyak gunung-gunung, diantaranya 2 buah gunung berapi, yaitu Gunung Sibayak dan Gunug Sinabung dengan ketinggian pertama 2170 m dan kedua setinggi 2417 m dari permukaan laut. Kedua gunung merapi ini menjadi kebanggaan masyarakat Karo, karena ramai dikunjungi touris luar negeri dan dalam negeri sedang kaki Gunung Sibayak terdapat pemandian Air Panas bernama Lau Debuk-debuk. Air panas tersebut sangat sedap sekali dimandikan, dan dapat menyembuhkan penyakit gatal-gatal. Hamper setiap hari dikunjungi oleh para touris, maupun penganut-penganut Hindu/Pemena untuk berlangir dan memuja Dewi Bru Tandang Karo dan Dewi Bru Tandang Ria yang dipercayai oleh mereka-mereka kedua Roh suci Dewi tersebut, menguasai Gunung Sibayak dan Pemandian Lau Debuk-debuk.

Oleh Pemda Karo Lau Debuk-debuk tersebut telah dibangun menjadi kolam pemandian umum, karena banyak pengunjungnya.

Sungai-sungai besar banyak terdapat di daerah ini, yaitu sungai Ular, Sungai Lau Seruwei, Sungai Lau Petani, sungai Lau Belawan, Sungai Batang Serangan, Sungai Lau Biang/Wampu, sungai Pelawi dan sungai Lau Renun yang bermuara ke sungai Singkel.

Bagi suku merga Sembiring Singombak, sungai Lau Biang Wampu ini dianggapnya sebagai sungai suci seperti Sungai Gangga di India, karena Sungai Lau Biang Wampu adalah dilakukan upacara Kerja Mbelin Paka Waluh, upacara menghanyutkan perabuhan mayat-mayat yang sudah dibakar (ngaben) dan dilautan luas diyakini akan bertemu dengan air suci dari sungai Gangga itu.

Sungai Lau Biang Wampu disamping penting perannya terhadap keagamaan Hindu/perbegu, oleh masyarakat karo dianggap juga sebagai lambing keagungan dan kejayaan Kerajaan Haru Wampu dan lambang kebesaran dari suku merga kembaren yang menjadi Maharaja Diraja Kerajaan Haru Wampu di abad ke 16 Masehi.

Menurut sejarah karo, disepanjang sungai Lau Biang Wampu itu telah terjadi peperangan dahsyat, berpuluh tahun lamanya, antaranya Lasykar-lasykar Mojopahit yang langsung dikomando oleh senopati Gajah Mada Contra Lasykar-layskar Simbisa Haru mulai dari tahun 1939 sampai tahun 1364 dan tahun 1365 Laskar Mojopahit mundur ke Jawa Timur karena terjadi kelemahan-kelemahannya, terutama disebabkan mangkatnya Patih Gajah Mada di tahun 1364

Setelah selesai menghadapai peperangan dengan laskar-laskar Mojopahit, maka mulailah kesultanan Samudera Pasai dan Malaka berganti silih hendak menguasai kerajaan Haru Wampu dan sejak itu pula berkobarlah api peperangan disepanjang sungai Lau Biang Wampu. Kemudian pada penghujung abad ke 15, bangkitlah sultan ali mukhayat syah sebagai sultan Aceh Pertama, dan mulailah terjadi peperangan antara tentara Aceh dengan Lasykar Simbisa Haru dari kerajaan Haru Lingga Timur Raja diwilayah Balur (lembah) Aceh besar. Lasykar simbisa haru dibalur Aceh Besar mengalami kekalahan dan hancur, lalu Raja Balur di Aceh besar yang bernama Manang Ginting Suka takluk dibawah kesultanan Aceh, yang kemudian menjadi Islam.

Akhirnya bukan saja Kerajaan Haru yang dilembah itu digempur dan dihancurkan oleh Kesultanan Aceh, tapi menyerbu kepusat kerajaan Haru Lingga Timur Raja Kota Panau dan kota Lingga di daerah Balur Karo Kecamatan Tiga Lingga sekarang ini. Setelah kerajaan Haru Lingga Timur Raja hancur, maka pada tahun itu juga bulan Nopember 1539 tentara kesultanan Aceh menyerbu pertahanan pusat Kerajaan Haru disepanjang sungai Lau Biang Wampu. Peperangan berlangsung selama 20 hari, akhirnya Maharaja Diraja Kembaren gugur dibenteng dekat kampong Batu Erjongjong sekarang ini. Kira-kira tahun 1564 kerajaan haru Defi Tuwa, untuk kedua kalinya diserbu oleh tentara Aceh, dan terjadi peperangan yang seru disepanjang sungai petani, ibarat petani menyembur-nyembur api kata M. O. Parlindungan dalam bukunya Tuanku Rao.

Sejak itu wilayah kerajaan Haru Wampu seluruhnya takluk dibawah naungan kesultanan Aceh sampai ketahun 1872 di daerah jahe-jahe, dan didaerah tanah Tinggi karo sampai tahun 1904.

Demikianlah petani bumi yang dihuni oleh suku bangsa karo, dan sekarang penduduknya ik. 0,5 Juta Jiwa.

PRA SEJARAH

Pada jaman batu terjadi perpindahan bangsa dari Tiongkok Selatan ke Hindia Belakang, dan bangsa-bangsa Hindia Belakang terdesak dan banyak pindah ke Selatan, antara lain bangsa Campa, Siam, Kamboja, lalu bertebaran ke Nusantara setelah melalui Malaya dan sebagian mereka-mereka ini masuk ke Sumatera Utara.

Perpindahan ini menurut akhli-akhli sejarah, terjadi dalam dua gelombang, yaitu :

Menurut Prof. G. Ferrand, perpindahan itu terjadi dalam gelombang pertama kira-kira 1500 tahun sebelum Masehi, yang disebut ras Proto Malay (Melayu Tua), dan gelombang kedua terjadi kira-kira 1000 tahun sebelum Masehi, yang disebut ras Detro Malay (Melayu Muda).

Menurut teori V. H Geldern perpindahan pertama terjadi 2000 tahun sebelum Masehi, dan perpindahan kedua terjadi kira-kira 300 tahun sebelum Masehi.

Prof. Dr. Kern menyebutkan dalam teorinya, perpindahan ras dan Proto Malay terjadi kira-kira 4000 tahun sebelum Masehi, dan perpindahan ras Detro Malay, terjadi kira-kira 2000 tahun sebelum Masehi.

Prof. Mhd. Jamin S.H. sependapat dengan teori Prof. Dr. Kern, yang menyebutkan bahwa perpindahan pertama terjadi kira-kira 4000 tahun sebelum Masehi dan perpindahan kedua terjadi kira-kira 2000 tahun sebelum Masehi.

Menurut Alexander Randa, kira-kira 12000 tahun sebelum Masehi terjadi perpindahan bangsa Negrito dari Afrika masuk kedataran Asia dan terus ke Asia Tenggara.

Sebagian sangkut di Sailan India Selatan dan berasimilasi dan menjadi bangsa Weda. Setelahnya berasimilasi pergi lagi dengan melalui dan mendarat dipantai Barat Sumatera.

Sesuai uraian diatas, maka dapat diketahui bahwa penduduk-penduduk yang menghuni pulau Sumatera ini telah terjadi percampuran ras.

Pada jaman batu itu penduduk-penduduk yang menghuni di daerah pegunungan yang berasal dari ras Proto Malay berdiam di Gua-gua yang dipahat sendiri dengan mempergunakan perkakas batu.

Gua-gua batu yang banyak terdapat di daerah pegunungan Karo dan Pakpak, yang dinamai oleh masyarakat Karo Gua Umang, seperti Gua Umang Durin Tani Sembahe Kecamatan Sibolangit, Gua Umang Rimomungkur, Gua Umang Gunung Meriah, Gua Umang di Sarinembah, Gua Umang di Nggalam, Gua Umang Gunung Sibayak, Gua Umang Gunung Sinabung dll. Menurut penyelidikan adalah gua-gua tempat berdiam ras Proto Malay yang splindet isolation.

J.H. Neuman menyebutkan :

“ Jika kita sekarang memandang batu dari Durian Tani maka kita melihat pada pembuatannya, dan perhiasan pada pintu masuk, bahwa yang membuatnya mempunyai rasa seni”.

Dari keterangan-keterangan lainnya, yaitu Dada Meraxa Sejarawan terkenal di Sumatera Utara, menguraikan sebagai berikut :

“Dari galian-galian yang didapat di Sumatera Timur, dijumpai juga hasil kebudayaan Hoa Bin dari Indo China. Rupanya penduduk Sumatera Timur itu sebelum lahirnya kerajaan-kerajaan mula-mula telah tinggal dalam gua-gua batu, dan rumah-rumah Umang seperti yang terdapat di Durin Tani Sembahe dan Serdang”.

Jadi jelaslah gua-gua umang yang selama ini oleh masyarakat Karo Tradisionel menyebutkan sebagai tempat-tempat kediaman Umang (Dewa Sakti) menjadi bahan penyelidikan selanjutnya, sebagaimana penulis telah uraikan diatas bahwa menurut observatie penulis, gua-gua Umang itu adalah tempat kediaman Penduduk-penduduk ras Proto Malay yang terdesak oleh ras Detro Malay yang membawa kebudayaan dongson kepantai-pantai Sumatera Timur. Sependapat dengan uraian Bapak Dada Meraxa tersebut diatas

Dari uraian Pendeta J.H. Neuman diatas yang namanya tidak asing lagi di daerah karo, dapat disimpulkan bahwa yang membuat gua Umang Batu Kemang durin Tani itu adalah manusia, sebagai satu-satunya mahluk yang berseni.

Selanjtnya untuk lebih menyakinkan dan membuktikan bahwa ras Proto Malay yang terdesak kedaerah Pendalaman di Sumatera Timur ini Tengku Lukman Sinar S.H. seorang sejarawan muda yang namya terkenal di Sumatera Utara ini, antara lain menguraikan sebagai berikut :

“ Dari hasil galian oleh para sarjana di daerah ini, seperti apa yang ditulis pula oleh DR. G. W. WORMSER (2) bahwa dari alat-alat perkakas manusia purba di Baskon dan Hoabinh seperti yang ditemukan oleh Dr. Coloni dan Mansyuri di Indo Cina itu terdapatlah alat-alat perkakas manusia purba yang digunakan untuk mencari makan. Penemuan penting mengenai itu terdapat di Perak (Malay) dan Pangkalan Brandan sumatera Timur di tahun 1942 yaitu dibukit Kerang yang sudah terpendam. Sering dengan penemuan tadi juga di dapati perkakas yang disebut “Sumatera Lifb”, semacam kampak untuk alat-alat menggosok. Bukti Kerang tadi adalah bekas makanan manusia purba yang dilempar begitu lamanya, sehingga menjadi suatu timbunan. Jadi dapatlah disimpulkan bahwa di daerah ini dijaman prasejarah telah di diami oleh sejenis Bangsa Austroloid. Kemudian sehabis jaman Batu Muda (1500-300 Tahun S. M) masuk lagi urusan perpindahan yang terakhir dari Indo Cina yang disebut “Deotro Malay (Melayu Muda) yang membawa kebudayaan Dongson (perunggu) dan mendesak golongan Proto Malay (Melayu Tua) ke pedalaman golongan mana dating disekitar 1500 tahun S.M (Jaman Batu Muda) dan ras Mongoloid juga”.)

Jelas bahwa ras Proto Malay karena terdesak oleh ras. Deutro Malay yang membawa kebudayaan dongson, menyingkir kepedalaman. Bapak Mhd. Said akhli sejarah Indonesia, menguraikan antara lain sebagai berikut :

“Bagi meneguhkan keyakinan terhadap perkembangan jenis bangsa ini di Sumatera, dapatlah pula dicatat bahwa di Lho Semawe (Aceh) yaitu di Kandang telah didapati juga perkakas kapak bergosok sebelah (sebangsa Sumatera Lifh).

Lebih tegas dan jelas lagi, tentang perkembangan ras Proto Malay yang menjadi suku bangsakaro sekarang ini, Budhi K. Sinulingga menguraikan sebagai berikut :

“Dalam buku Benih Yang Tumbuh Jilid 4 tentang Gereja Batak Karo Protestan (GBKP). 1976 yang diterbitkan oleh Lembaga Studie dan Penelitian GBKP, menguraikan sejarah Karo secara ringkas. Dalam buku itu dikatakan, suku karo termasuk gelombang imigrasi pertama Proto Malay, yang dating dari Tiongkok Barat Daya, jauh sebelum abad Masehi, semula mereka mendiami daerah disekitar pantai Sumatera Timur, tetapi setelah dating imigran gelombang kedua, yakni Deutro Malay beberapa abad sebelum Masehi, maka sebagian dari Suku-suku Proto Malay ini lari kearah pegunungan yang kini disebut Dataran Tinggi Karo (Tanah Karo).

Itulah Suku Bangsa Haru yang menjadi Karau atau Karo sekarang ini yang berdiam didaerah/disepanjang Bukit Barisan, mulai dari Simelungun Atas terus ke Balur (Lembah) kaki gunung Salawah Aceh Besar sekarang ini, yang pada jaman itu menanamkan suku bangsanya “HARU”.

Menurut penyelidikan bahwa pada jaman Haru ini lahirnya bahasa aksara, seni suara, seni tari dan adat istiadat karo sekarang ini dan pada mulanya sudah dapat dipastikan primitief, dan setelah masuk pendatang baru seperti Suku Hindu Padang dan Suku Hindu Tamil yang pertama kira-kira penghujung abad ke 12masehi, dan kedua permulaan abad ke 13 Masehi, maka kebudayaan masyarakat Haru itu, menjadi lebih tinggi dari suku bangsa Haru itu sendiri.

Itulah sebabnya maka bahasa, adat istiadat suku bangsa Semelungun Karo, Alas, Gayo, Pakpak, Singkel dan Keluat lebih banyak persamaannya dari pada perbedaannya sekarang ini, karena suku-suku bangsa ini adalah berasal dari suatu rumpun bangsa yaitu suku Bangsa Haru.

Suku bangsa semulungun, Karo, Pakpak, Alas, Gayo, Singkel dan Keluat, oleh karena diikat oleh suatu dialek bahasa yang hamper sama, dapat dimengerti oleh masing-masing suku tersebut, menunjukkan bahwa suku-suku bangsa tersebut diatas adalah suatu bangsa yaitu Haru.

J.H. Neuman menguraikan persamaan bahwa suku bangsa ini sebagai berikut :

“ Bangsa Karo dari Langkat, Deli, Serdang dan dataran tinggi (Karo) sampai ketanah Alas, satu sama lainnya terikat oleh suatu bahasa. Inilah suatu hal yang patut direnungkan sebentar. Sebab apabila suatu dialek dapat dikatakan dipergunakan didalam suatu wilayah yang begitu luasnya, maka dengan demikian, menunjukkan lagi adanya suatu asal-usul yang sama dari pada suku-suku yang berlainan itu”.

Jadi jelaslah dan tidak dapat dipungkiri lagi bahwa suku bangsa Simelungun, Karo, Pakpak, Alas, Gayo, Keluat dan Singkel asal-usulnya adalah suatu bangsa.

Medan, 22 Juli 2010

Tulisan ini dikutip langsung dari Buku “KARO DARI JAMAN KEJAMAN “ JILID I, yang disusun oleh BRAHMA PUTRO, lalu dketik kembali oleh SARJANI TARIGAN, MSP.



(artanininai_tarigan)

BABKI

BALAI ADAT BUDAYA KARO INDONESIA

(B A B K I)

No. Rek. BABKI : 105.00.0993040.9 Kcp. Medan Sp. Pos Mandiri

Website : http//balai adat karo.blogspot.com. email: balai adat karo.gmail.com.

SEKAPUR SIRIH

PREAMBUL


VISI DAN MISI

TUJUAN

PROGRAM KERJA


KEPENGURUSAN DPP BABKI

Pemrakarsa : Drs. Sarjani Tarigan MSP

SEKERTARIAT :

1. Jl. Pinus 12 No. 5 P. Simalingkar HP. 0811636916/ HP. 08887887842

2. Jl. Bunga cempaka no. 31e medan telp. 8223501 fax : 061 8223501

3. Jl. Raya jatiwaringin no. 42 pondok gede bekasi 17411Jakarta telp. 8463653 / 84976336 fax. 8463653


SEKAPUR SIRIH

NAMA PROGRAM

Gagasan mendirikan Balai Adat Budaya Karo

LATAR BELAKANG DAN DASAR PEMIKIRAN

Awal suatu gagasan tercipta dari berbagai inspirasi, renungan, penggagas pada suatu ketika membaca berbagai tulisan tentang budaya karo berdiskusi dengan berbagai pihak hasilnya adalah perenungan tentang makna budaya secara luas baik hari ini, kemarin dan esok akan dicari dan dibutuhkan oleh penganut budaya tersebut (orang karo).

Akhirnya bacaan dari berbagai sumber, hasil diskusi, tulisan, pilahan dan kumpulan berbagai data dan informasi tersebut disusun dan ditulis sedemikian rupa maka terwujudlah sebuah buku yang bernama “DINAMIKA ORANG KARO BUDAYA DAN MODELISME”. Setelah buku ini diterbitkan dan beredar luas atas dasar masukan dari pembaca, buku ini direfisi kembali menjadi “LENTERA KEHIDUPAN ORANG KARO DALAM BERBUDAYA”, sembari buku ini telah beredar luas saya diminta menjadi narasumber tentang adat budaya karo ± 10 kali di Radio Sikamoni selama ± 10 dialog interaktif tersebut hampir semua pendengar yang umumnya dari daerah Binjai, Langkat Medan, Deli Serdang, dan Tanah Karo, menyarankan perlu didirikan Balai Adat Budaya Karo, inilah gagasan awal rencana mendirikan Balai Adat Budaya Karo.

Lalu gagasan ini didiskusikan oleh penggagas dengan para pemerhati dan pemerduli adat budaya karo melalui pertemuan pada tanggal 07 Juni 2009 di Jambur Pemere, tanggal 12 September 2009 Di Jambur Tamsaka, tanggal 27 September 2009 di Jambur Halilintar. Akhirnya melalui musyawarah dan mufakat pada pertemuan tersebut disepakati perlu dan mendesaknya didirikan Balai Adat Budaya Karo Indonesia dan pada tanggal 09 September 2009 di Medan telah lahir Balai Adat Budaya Karo Indonesia.

Tugas fungsi dan pokok Balai Adat Budaya Karo Indonesia adalah menggunakan survey dan riset melalui komunikasi, konsultasi dan apresiasi budaya yang mencakup : sejarah, bahasa, seni, arsitektur, dan kuliner dari berbagai kekayaan budaya karo. Kegiatan rutin Balai Adat Budaya Karo Indonesia akan diadakan dialog dan pelatihan ceramah – ceramah adat dan budaya, peragaan kuliner, yang dalam hal ini disamping diadakan perlombaan dan sayembara semua kegiatan akan bermuara kepada penerbitan buku.

Oleh karena itu agar Balai Adat Budaya Karo Indonesia dapat berjalan dibutuhkan pendanaan dari Dewan Penyantun yaitu Dana Tahunan (Sumbangan dana tiap tahun) dari orang karo yang terpanggil dan memiliki komitmen. Serta bantuan pemerintah dan usaha lainnya oleh balai adat. Maka disini kami harapkan keterpanggilan orang karo menjadi Dewan penyantun.

Agar komunikasi, konsultasi dan apresiasi budaya serta dialog, pelatihan, peragaan, sayembara, perlombaan, dan penulisan – penulisan sesuai rencana dibutuhkan pendanaan yang cukup. Oleh karena itu Dewan Penyantun akan fleksibel dan berubah setiap tahun sesuai komitmen para Dewan Penyantun.

Tugas pokok Dewan Pakar adalah membuat tulisan tentang sejarah, bahasa, seni, arsitektur dan kuliner dan menjadi narasumber pada setiap dialog, ceramah adat budaya serta membuat acuan – acuan adat sepanjang dibutuhkan juga menjadi instruktur pada pelatihan – pelatihan. Terakhir para dewan pakar diharapkan menjadi tempat pur – pur sage (fungsi arbritasi), oleh karena itu para dewan pakar juga fleksibel dan dievaluasi berdasarkan tulisan dan keterampilan mereka di dalam budaya secara luas.

Secretariat Jendral yang dibantu oleh biro – biro tugas pokok utamanya adalah melayani administrasi, mengelola keuangan dan menjadi pelaksana dan coordinator kegiatan Balai Adat Budaya Karo Indonesia. Bersama coordinator Kab/Kota.

Koordinator Kab/ Kota, Kec., Kelurahan, / Desa fungsinya adalah mengkomodir data dan informasi tentang budaya karo secara luas dari masyarakat pendukung pecinta budaya tersebut serta menyampaikan kegiatan – kegiatan Balai Adat Budaya Karo Indonesia kepada masyarakat karo. Oleh karena itu Koordinator Kab/ Kota, Kec. Kalurahan / Desa akan bertambah terus sesuai dinamikanya.

Nama – nama kepengurusan Balai Adat Budaya Karo Indonesia direkomendasikan dari peserta rapat tanggal 7 Juni 2009, tanggal 12 Septrember 2009 dan tanggal 27 September 2009 serta masukan dari hasil konsultasi pengagas dengan para koordinator Kab/Kota, yang langsung dikunjungi pengagas ke Kabupaten Langkat, Deli Serdang, Dairi, Tanah Karo, dan Kota Binjai, Kota Medan, Kota Siantar serta hasil komunikasi dengan orang karo lainnya.

TUJUAN BALAI ADAT BUDAYA KARO

Merangkum Kekayaan Budaya karo melalui Balai Adat Budaya Karo Indonesia

I. Merangkum kekayaan budaya karo melalui sejarah dan peradaban karo.

II. Rencana pendanaan penulisan kekayaan budaya karo dalam bentuk karya tulis ini, pendanaannya diharapkan dari : Pemerintah.

III. Penulisan tahap awal ini menyelamatkan kekayaan budaya karo , dengan rangkuman tulisan ini mencakup : Sejarah, Bahasa, Seni, Arsitektur, Kuliner.

IV. Setelah selesai penulisannya Balai Adat Budaya Karo Indonesia akan diterbitkannya.

V. Pada tahap awal Balai Adat Budaya Karo Indonesia akan menggelar pertemuan dengan para penulis , pemerhati dan pemerduli yang terdiri dari :

Budayawan, wartawan, sejarawan, dan akademisi guna membicarakan topik penulisan sebagi langkah menyelamatkan asset keanekaragaman budaya.

VI. Balai Adat Budaya Karo Indonesia akan melibatkan semua unsur yang terkait, kegiatan ini diharapkan didanai oleh : APBD PEMDA.

Setiap penulisan mendapat honor Rp. 2.000.000 – per judul buku, mereka juga akan mendapat keuntungan dari hasil penjualan buku uang diterbitkan olah Balai Adat Budaya Karo Indonesia.

P R E A M B U L

Kami rakyat pemerhati dan pemerduli budaya Karo berketetapan hati untuk membentuk balai adat budaya Karo Indonesia, menggali, melestarikan dan mengembangkan adat budaya Karo dari generasi ke generasi dengan kata lain sebagai media inkulturasi dan sebagai advokasi budaya Karo serta pusat informasi dan apresiasi budaya karo.

Visi BABKI:

Visi BABKI adalah untuk melestarikan adat budaya Karo dan memodifikasi adat budaya Karo agar selaras dengan kebutuhan dan keadaan yang ada guna mewarnai konfigurasi kebudayaan Nasional yang Bhinneka Tunggal Ika.

Misi BABKI:

Misi BABKI adalah untuk memasyarakatkan adat budaya Karo di lingkungan etnis Karo serta ikut membangun Budaya Nasional yang egalitarian, mandiri dan menjadi identitas etnis dalam ke-Bhinnekaan Indonesia.

Tujuan:

1. Meneliti, menggali, mengembangkan adat budaya Karo termasuk membukakan dan menyebarluaskannya.

2. Memajukan hubungan-hubungan kebudayaan dengan budaya bangsa lainnya serta mengadakan kerjasama dengan budaya Internasional.

3. Menjadikan BABKI sebagai pusat kebudayan Karo agar selaras dengan setiap wilayah/daerah peradatan karo di manapun berada.

Program Kerja:

1. Menginventarisasi Sumber Daya Alam dan Sumber Daya Manusia Karo pada setiap wilayah dan daerah geografis yang didiami masyarakat Karo.

2. Meneliti adat dan budaya Karo guna didokumentasikan dan dibukukan.

3. Pemberian beasiswa bagi putra - putri Karo

4. Pemberian penghargaan kebudayaan karo kepada orang – orang yang berprestasi

5. Merekomendasikan kepada Pemda Karo dalam rangka pemberian dan penambalan nama jalan, lorong, gang dan gedung-gedung kantor, hotel, toko dan lainnya. Selayaknya namanya diambil dari legenda Karo, dongeng Karo, mitologi Karo dan nama perjuangan-perjuangan Karo.dan hal ini sepatutnya di perdakan oleh DPRD Karo.

6. Mengadakan saembara-saembara penulisan sastra Karo dan mengadakan perlombaan dan penelitian-penelitian serta penemuan tentang :

a. Penemu catur Karo

b. Penemu joker Karo

c. Penemuan hari jadi kota Brastagi dan Kaban Jahe

7. Membuat surat edaran budaya dan pedoman teknis tentang :

a. Pemberian marga kepada seseorang yang bukan orang Karo

b. Acuan-acuan adat nggeluh budaya Karo.

Wilayah dan Daerah Peradatan Karo Meliputi :

1. Karo Kenjulu : Meliputi Kec. Kabanjahe, Kec. Berastagi, Kec. Barusjahe, Kec. Tiga Panah, Kec. Simpang Empat, Naman Teran, Kec. Merek, Dolat Rakyat, Merdeka dan sekitarnya.

2. Karo Timur : Meliputi Kec. Lubuk Pakam, Kec. Bangun Purba, Kec. Galang, Kec. Gunung Meriah, Kec. Dolok Silau, Kec. Dolok Marsihol, Kec. Kuta Rih, Kec. Perbaungan, Kec. Rampah, Kec. Pantai Cermin, Kec. Silima Kuta, Kec merek, Kampung karo Siantar, Kampung Lau Cimba Kec. Siantar, Kampung Karo Kec. Tanah Jawa Simalungun (sudah mencakup Tebing Tinggi, Kisaran dan Rantau Parapat) dan sekitarnya.

3. Karo Langkat : Meliputi Kec. Padang Tualang (Batang Serangan), Kec. Bahorok, Kec. Selapian, Kec. Kuala, Kec. Selesai, Kec. Sungai Bingai, Kota Binjai, Stabat dan sekitarnya.

4. Karo Belauren : Meliputi Kec. Tanah Pinem, Kec. Tiga Lingga, Kec. Gunung Stember, dan Kec. Sumbul Kec. Sidikalang dan Kampung Karo sekitarnya di Kab. Dairi.

5. Karo Dusun : Meliputi Kec. Sibolangit, Kec. Pancur Batu, Kec. Namorambe, Kec. Sunggal, Kec. Kutalimbaru, Kec. STM Hilir, Kec. STM Hulu, Kec. Hamparan Perak, Kec. Tanjung Morawa, Kec. Biru-biru, Kec. Deli Tua dan sekitarnya.

6. Karo Teruh Deleng : Meliputi Kec. Kutabuluh Simole, Kec. Payung, Kec. Tiganderket, Kec. Lau Baleng, Kec. Mardingding dan sekitarnya.

7. Karo Singalor Lau : Meliputi Kec. Tiga Binangan, Kec. Juhar, Kec. Munthe dan sekitarnya.

8. Daerah ALGA : Meliputi Alas dan Gayo, serta Aceh Tenggara sekitarnya.

9. Daerah Teluk Aru : Meliputi Kec. Gebang, Kec. Pangkalan Susu, Kec. Berandan, Kec. Basitang/Batang Serang dan sekitarnya.

10. Daerah Panteken Guru Patipus : Meliputi Seluruh Kecamatan – kecamatan yang ada di kota Medan


ANGGARAN DASAR

BALAI ADAT BUDAYA KARO INDONESIA

BAB I

Nama,Waktu dan Tempat Kedudukan

Pasal 1

Organisasi ini bernama Balai Adat Budaya Karo Indonesia, disingkat BABKI.

Pasal 2

(1) BABKI dibentuk pada tanggal 9 September 2009 untuk jangka waktu yang tidak ditentukan.

(2) BABKI ditingkat pusat berkedudukan di Medan sedangkan BABKI ditingkat wilayah / daerah berkedudukan di Kabupaten / Kota.

BAB II

Azas, Sifat dan Tujuan

Pasal 3

BABKI berdasarkan Pancasila sebagaimana termaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, sebagai asas dasar dalam kehidupan bermasyarakat, bernegara, dan berbangsa.

Pasal 4

(1) BABKI adalah organisasi kemasyarakatan yang membawa aspirasi Kebangkitan Nasional 20 Mei 1908, Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928, dan Wawasan Kebangsaan Indonesia serta menggali potensi budaya leluhur Karo guna mengangkat harkat dan martabat suku karo;

(2) BABKI merupakan organisasi sosial kemasyarakatan berwatak kerakyatan yang mandiri, bergerak dalam upaya pelestarian budaya karo.

(3) BABKI tidak berafiliasi dengan organisasi sosial politik (partai politik) manapun.

BAB III

Tugas Pokok dan Fungsi

Pasal 5

Tugas pokok BABKI adalah pembinaan budaya dan pelestarian adat budaya karo melalui komunikasi, konsultasi dan apresasi budaya melalui interaksi sosial, kultural, ekonomi, dan politik dalam pembangunan bangsa yang pluralistik dan dinamis.

Pasal 6

(1) BABKI berfungsi sebagai pembina dan motivator dalam upaya menciptakan suasana dan lingkungan kondusif dalam mewujudkan Persatuan dan Kesatuan Bangsa dalam bidang kebudayaan.

(2) BABKI berfungsi sebagai alat pengamat, wadah pemikir dan pembahasan, pemberi saran, pengumpul data, pemberi penerangan dan penyuluhan masalah-masalah kebudayaan karo.

(3) BABKI berfungsi sebagai wadah komunikasi dan konsultasi antar sesama unsur masyarakat Karo dengan organisasi sosial kemasyarakatan/pemerintahan secara aktif dan timbal balik.

BAB IV

K e g i a t a n

Pasal 7

Untuk mencapai tujuannya, BABKI melakukan kegiatan

(1) Melaksanakan kegiatan pembinaan dan penyuluhan budaya karo.

(2) Menyampaikan pemikiran dan saran-saran kepada Pemerintah berkenaan dengan kebijaksanaan dalam pelestarian dan pengembangan budaya karo.

(3) Menyampaikan informasi kepada masyarakat tentang adat dan budaya karo yang berkaitan dengan pembinaan dan pengembangan budaya karo.

(4) Mengadakan kerjasama dengan pemerintah dan organisasi kemasyarakatan lainnya yang mepunyai tujuan yang sama atau sejiwa.

BAB V

A t r i b u t

Pasal 8

BABKI mempunyai lambang, lagu, bendera, logo dan atribut-atribut lainnya yang diatur dalam peraturan tersendiri oleh Dewan Pengurus Pusat BABKI.

BAB VI

K e a n g g o t a a n

Pasal 9

Yang dapat menjadi anggota BABKI adalah setiap masyarakat karo dan simpatisan karo yang memenuhi persyaratan sebagai berikut:

(1) Sekurang-kurangnya telah berumur 17 atau sudah / pernah menikah.

(2) Bersedia menaati Anggaran Dasar dan Aggaran Rumah Tangga serta Peraturan dan disiplin organisasi.

(3) Memiliki wawasan pandangan Kebangsaan Indonesia yang sesuai dengan asas, sifat, dan tujuan seperti yang di maksud dalam pasal 3, 4,dan 5.

(4) Bersedia ikut serta berperan aktif mensukseskan tugas, fungsi dan tujuan BABKI.

Pasal 10

Keanggotaan BABKI terdiri dari :

(1) Anggota Biasa, yaitu Perseorangan yang memenuhi ketentuan yang ditetapkan pada pasal 9.

(2) Anggota luar biasa dan anggota kehormatan ditentukan oleh DPP BABKI.

BAB VII

O r g a n i s a s i

Pasal 11

(1) Perangkat organisasi BABKI terdiri dari:

a. Musyawarah besar

b. Musyawarah daerah tingkat kabupaten / kota

c. Pengurus

d. Musyawarah luar biasa

e. Rapat kerja biasa.

(2) Susunan pengurus diatur lebih lanjut dalam Anggaran Rumah Tangga.

Pasal 12

Musyawarah besar merupakan perangkat organisasi tertinggi, sedangkan musyawarah daerah diadakan di Kabupaten / Kota.

Pasal 13

(1) Peserta Musyawarah besar adalah utusan masing-masing koordinator kabupaten / kota, masing – masing 5 orang dan seluruh pengurus BABKI tingkat pusat.

(2) Peserta musyawarah daerah kabupaten / kota adalah koordinator masing –masing kecamatan serta koordinator kabupaten / kota.

Pasal 14

(1) Setiap kordinator kabupaten/kota di tetapkan oleh DPP BABKI.

(2) Koordinator kecamatan dan desa ditetapkan oleh Koordinator kabupaten / kota

(3) Hak suara tidak dapat dipindahkan / dikuasakan / kepada orang lain.

(4) Musyawarah besar pada tingkat pusat diselenggarakan 6 tahun sekali.

(5) Musyawarah luar biasa tingkat pusat dan daerah mempunyai kewenangan yang sama dengan musyawarah besar.

Pasal 15

(1) Musyawarah besar diselenggarakan 6 tahun sekali.

(2) Musyawarah besar diadakan atas permintaan sekurang-kurangnya 2/3 (dua per tiga) koordinator untuk kabupaten/kota dan kecamatan.

Pasal 16

(1) Musyawarah besar dianggap sah apabila tercapai korum, yaitu dihadiri oleh setengah ditambah satu dari jumlah Utusan Musyawarah besar yang mempunyai hak suara sesuai dengan pasal 14.

(2) Apabila korum tidak tercapai, maka Musyawarah besar ditunda paling lama tiga jam.

(3) Apabila setelah masa penundaan berakhir korum tetap tidak tercapai, maka Musyawarah besar dinyatakan batal.

Pasal 17

Musyawarah besar dipimpin oleh DPP.

Pasal 18

Musyawarah BABKI mempunyai wewenang untuk:

(1) Menyusun dan/atau merubah serta menetapkan Anggaran Dasar dan Rumah Tangga.

(2) Memilih dan menetapkan Pengurus sesuai dengan tata tertib Musyawarah besar.

(3) Menetapkan Garis Besar Program Kerja BABKI.

(4) Mengevaluasi laporan pertanggungjawaban Pengurus.

Pasal 19

Musyawarah besar BABKI mempunyai wewenang untuk :

(1) Memilih dan menetapkan Pengurus sesuai dengan tata tertib Musyawarah besar.

(2) Menetapkan Garis Besar Program Kerja Daerah selaras dengan Program Kerja BABKI tingkat Pusat.

(3) Mengevaluasi laporan pertanggungjawaban Pengurus.

Pasal 20

Keputusan Musyawarah besar ditetapkan secara musyawarah untuk mufakat. Dalam hal tidak tercapai mufakat maka keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak.

Pasal 21

(1) Pengurus BABKI terdiri dari : Dewan Pengurus Harian dan Anggota Pengurus yang terbagi dalam biro, Dewan Penyantun , Dewan Pakar.

(2) Pengurus BABKI adalah pelaksana organisasi yang susunannya diatur dalam Anggaran Rumah Tangga;

(3) Pengurus bertanggungjawab kepada Musyawarah besar BABKI.

Pasal 22

Masa bakti kepengurusan adalah 6 tahun. Selanjutnya dapat dipilih kembali untuk masa 6 tahun berikutnya tetapi tidak lebih dari 2 periode secara berturut-turut.

BAB VIII

K e u a n g a n

Pasal 23

Sumber dana, keuangan BABKI diperoleh dari dewan penyantun, serta usaha-usaha lain yang sah dan tidak mengikat.

BAB IX

Anggaran Rumah Tangga

Pasal 24

Hal-hal yang belum diatur dalam Anggaran Dasar ini akan ditetapkan lebih lanjut dalam Anggaran Rumah Tangga.

BAB X

Perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga

Pasal 25

(1) Perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga dilakukan pada Musyawarah besar dengan ketentuan sebagai berikut :

a. Perubahan dan/atau Penyempurnaan Anggaran Dasar dapat dilakukan dan sah apabila disetujui oleh sekurang-kurangnya 2/3 (dua per tiga) dari peserta yang hadir dan mempunyai hak suara dalam Musyawarah besar.

b. Perubahan dan/atau Penyempurnaan Anggaran Rumah Tangga dapat dilakukan dan sah apabila disetujui oleh sekurang-kurangnya ½ (setengah) dari peserta yang hadir dan mempunyai hak suara dalam Musyawarah besar.

(2) Dalam hal tertentu/khusus Pengurus BABKI Pusat dapat melakukan perubahan dan/atau penyempurnaan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga dengan ketentuan sebagai berikut:

a. Diputuskan dalam Rapat Pleno kerja luar biasa yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya setengah ditambah satu dari anggota Pengurus Pusat yang termasuk di dalam Dewan Pengurus harian Dewan Penyantun, Dewan Pakar, dan Anggota Pengurus;

b. Keputusan dihasilkan atas dasar musyawarah dan mufakat dan dalam hal tidak tercapai mufakat maka keputusan dihasilkan berdasarkan suara terbanyak.

c. Perubahan Anggaran Dasar dan/atau Anggaran Rumah Tangga ini hanya berlaku sampai dengan Musyawarah besar.

d. Perubahan Anggaran Dasar dan/atau Anggaran Rumah Tangga ini harus dipertanggungjawabkan oleh pada Musyawarah besar berikutnya.

BAB XI

P e m b u b a r a n

Pasal 26

(1) BABKI dapat dibubarkan melalui Musyawarah besar yang khusus diadakan untuk maksud tersebut dan atas permintaan sekurang-kurangnya 2/3 (dua per tiga) dari kabupaten / kota.

(2) Keputusan mengenai pembubaran BABKI harus mendapat persetujuan dari sekurang-kurangnya ¾ (tiga per empat) dari peserta yang hadir dan mempunyai hak suara dalam Musyawarah besar.

(3) Hal-hal yang menyangkut akibat dari pembubaran ini diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.

BAB XII

P e n u t u p

Pasal 27

Hal-hal yang belum diatur dalam Anggaran Dasar maupun Anggaran Rumah Tangga. akan diatur oleh pengurus sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan di dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga.

ANGGARAN RUMAH TANGGA

BALAI ADAT BUDAYA KARO INDONESIA

Pasal 1

Keanggotaan

(1) Keanggotaan dapat dilakukan secara aktif maupun pasif disesuaikan dengan situasi dan kondisi masing-masing wilayah / daerah.

(2) Keanggotaan ditetapkan oleh masing-masing wilayah / daerah disesuaikan dengan situasi, dan kondisi kebudayaan masing-masing wilayah anggota yang ada. Sifat keanggotaan bersifat pribadi.

Pasal 2

Hak dan Kewajiban Anggota

(1) Anggota Biasa mempunyai hak suara, hak memilih dan dipilih menjadi Pengurus BABKI serta ikut serta dalam segala bidang kegiatan organisasi.

(2) Anggota kehormatan / luar biasa tidak dapat dipilih menjadi anggota.

Pasal 3

Anggota BABKI wajib:

a. Menjunjung tinggi nama baik dan martabat BABKI.

b. Turut serta dalam melaksanakan program-program kerja yang telah ditetapkan dalam Musyawarah besar:

c. Mentaati segala ketentuan dan peraturan yang berlaku sebagaimana tercantum dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga.

Pasal 4

Pemberhentian Anggota

Keanggotaan BABKI dapat berakhir karena :

a. Berhenti atas permintaan sendiri.

b. Diberhentikan oleh pengurus BABKI Ketentuan tentang Prosedur dan tata cara pemberhentian diatur dengan keputusan tersendiri.

c. Meninggal dunia.

Pasal 5

Susunan pengurus

Susunan pengurus BABKI terdiri dari:

a. Dewan pengurus harian.

b. Anggota pengurus yang terbagi dalam sekjen dan biro-biro.

c. Dewan penyantun

d. Dewan pakar.

Pasal 6

Dewan Pengurus Harian

(1) Struktur Dewan Pengurus Harian terdiri dari sekjen beberapa biro.

(2) Apabila di anggap perlu di tetapkan wakil Sekjen

(3) Jumlah biro disesuaikan dengan kebutuhan organisasi dan situasi serta kondisi tempat.

(4) Dewan Pengurus Harian bertanggung jawab kepada Musyawarah


Pasal 7

Anggota Pengurus

(1) Anggota Pengurus terbagi dalam Biro-biro yang masing-masing terdiri dari: kepela biro, wakil kepala biro, dan beberapa anggota.

(2) Jumlah biro mengacu pada bidang sektoral yang di tetapkan dalam Program kerja dan dapat sesuaikan dengan kebutuhan Organisasi dan situasi serta kondisi tempat.

(3) Jumlah Anggota pada masing-masing Biro di sesuaikan dengan kebutuhan Biro yang bersangkutan.

(4) Biro secara teknis bertanggung jawab kepada kepala biro yang bertindak selaku koordinatornya, sedangkan dalam hal hirarki organisasi bertanggung jawab kepada Sekjend.

Pasal 8

Dewan Penyantun

(1) Dewan penyantun adalah unsur penggurus BABKI yang berfungsi sebagai penyantun serta memberikan pertimbangan / saran kepada Dewan penggurus dalam melaksanakan Musyawarah Besar.

(2) Struktur Dewan Penyantun terdiri dari ketua dan wakil ketua dan sejumlah Anggota.

(3) Jumlah wakil ketua dan anggota disesuaikan dengan kebutuhan organisasi dan situasi serta kondisi setempat.

Pasal 9

Dewan Pakar

(1) Dewan Pakar adalah unsur pengurus BABKI yang berfungsi sebagai pemikir dan pemberi masukan kepada pengurus berkenaan dengan pencapaian tujuan organisasi atau dalam hal terjadinya masalah yang berkaitan dangan Adat Budaya Karo.

(2) Struktur Dewan Pakar terdiri dari ketua, wakil ketua dan sejumlah anggota.

Pasal 10

R a p a t

(1) Rapat Pengurus terdiri dari:

· Rapat Pleno.

· Rapat Harian.

· Rapat Harian Lengkap.

(2) Peserta Rapat Pleno adalah Dewan Penyantun, Dewan Pakar, Dewan Pengurus Harian, dan Anggota pengurus. Rapat pleno diselenggarakan sesuai kebutuhan.

(3) Peserta Rapat Harian adalah Dewan Pengurus Harian dan apabila dipandang perlu dapat menggundang Anggota Pengurus Rapat Harian di selenggarakan sesuai kebutuhan.

(4) Peserta Rapat Harian Lengkap adalah Dewan Pengurus Harian dan Anggota Pengurus .Rapat Harian Lengkap diselenggarakan sesuai dengan kebutuhan.

(5) Para Anggota Dewan Penyantun dan Dewan Pakar dapat menghadiri Rapat Harian dan Rapat Harian Lengkap.

(6) Setiap Rapat yang diadakan harus dibuat risalah rapat yang merupakan bahan pertanggungjawaban kepada Musyawarah besar dan musyawarah kabupaten / kota.

Pasal 11

Keputusan Rapat

Keputusan Rapat ditetapkan secara Musyawarah Untuk mufakat. Dalam hal tidak tercapainya mufakat maka keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak.


Pasal 12

Pembubaran

Dalam hal BABKI dibubarkan sebagaimana dimaksud dalam pasal 27 Anggaran Dasar maka segala kekayaan organisasi akan di serahkan kapada organisasi lain yang senafas dan sejiwa berdasarkan keputusan Musyawarah Besar

Pasal 13

Peraturan dan Peralihan

(1) Hal-hal yang belum diatur dalam Anggaran Rumah Tanngga ini akan diatur oleh Penggurus Pusat untuk di pertanggungjawabkan dalam Musyawarah Besar.

(2) Semua peraturan dan ketentuan yang ditetapkan berlaku sampai pada perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Hasil Musyawarah Besar.

(3) Menyimpang dari Pasal 13 Anggaran Dasar tentang Peserta Musyawarah Besar Orang-perorangan yang memiliki kebersamaan dalam pandangan dan semangat yang sesuai dengan asas, tujuan, dan fungsi.

(4) Peserta dari kabupaten / kota pada Musyawarah Besar diharapkan dapat menjadi motivator bagi terbentuknya BABKI di kabupaten / kota. untuk itu pengurus BABKI pusat hasil Musyawarah Besar akan memberikan surat mandat kepada orang perorangan pada setiap daerah Kab. untuk membentuk BABKI di daerahnya

Program Kerja :

1. Menginpentarisasi Sumber Daya Alam dan Sumber Daya Manusia Karo pada setiap wilayah dan daerah geografis yang didiami masyarakat Karo.

2. Meneliti adat dan budaya Karo guna didokumentasikan dan dibukakan.

3. Pemberian beasiswa bagi putra - putri Karo

4. Pemberian penghargaan kebudayaan karo kepada orang – orang yang berprestasi

5. Merekomendasikan kepada Pemda Karo dalam rangka pemberian dan penabalan nama jalan, lorong, gang dan gedung-gedung kantor, hotel, toko dan lainnya. selayaknya namanya diambil dari legenda Karo, dongeng Karo, mitologi Karo dan nama perjuangan-perjuangan Karo.dan hal ini sepatutnya di perdakan oleh DPRD Karo.

6. Mengadakan saembara-saembara penulisan sastra Karo dan mengadakan perlombaan dan penelitian-penelitian serta penemuan tentang :

a. Penemu catur Karo

b. Penemu joker Karo

c. Penemuan hari jadi kota Brastagi dan Kaban Jahe

7. Membuat surat edaran budaya dan pedoman tehnis tentang :

a. Pemberian marga kepada seseorang yang bukan orang Karo

b. Acuan-acuan adat ngeluh budaya Karo.


SUSUNAN PENGURUS DEWAN PIMPINAN PUSAT

BALAI ADAT BUDAYA KARO INDONESIA

Dewan Penyantun

Ketua : Prof. Dr. Meneth Ginting MADE

Wakil Ketua : Ir. Sanusi Surbakti MSi.

Anggota :

- Prof. Dr. Budiman Ginting SH, MKn

- Prof. Dr. Paham Ginting SE, MSi

- M. Saleh Bangun

- Ngogesa Sitepu

- Johanes Sembiring

- Drs. Randiman Tarigan

- Sabar Bangun

- Dana Barus SH, MKn

- Samuel Barus

- Ny. Selamat Ginting

- Alimin Ginting

- Dr. Fredo Kembaren

- Ir. Washinton Ginting

- Drs. Masa Bakti Sitepu

- Taren S milala

- Rimenda Ginting SH. MH

- Ir. Loth Kaban, M.M

- AKBP Happy Surbakti, SE

- Ir. Derum Bangun

- Prof. Dr. Ir. Kelin Tarigan. M.S

- Haji Sabar Ginting

Dewan Pakar

Ketua : Prof. Dr. Payung Bangun, MA

Wakil Ketua : Drs. Juara Ginting. MSi.

Anggota :

- Mangga Tarigan

- Benar Sinuraya, SH, MH

- Ngangkat yos Barus

- Kol (Purn) Sabar Sitepu

- Idup Perangin – angin

- Drs. Cukup Sinuraya

- Drs. Ngantang Calvin Ginting

- Njenap Ginting

- Jusup Perangin – angin

- Sempa Sitepu

- Jaman Tarigan

- Pulumun P Ginting. S.Sn,M.Sn

- Sampang Malem Perangin – angin

- Jangta Sitepu

- AG. Sitepu

- Makmur Ginting

- Julianus Liembeng

- Kasir Purba

- Satna Sitepu

Sekretaris Jendral : Drs. Sarjani Tarigan. MSP

Tata Usaha : Drs. Darius Sinulingga

Penerangan Umum : Drs. Enoch P. Tarigan

Biro Survei dan Riset

Kepala Biro : Roy B. Sembiring, SH

Wakil : Anwar Sitepu

Anggota : - Veronika Br Tarigan

- Rehulina Br Bukit

Biro Hukum dan Advokasi

Kepala Biro : Revalino Bukit, SH, MH, MKes

Wakil : Simon Ginting, SH

Anggota : - Betseba Br Sembiring

- Srikandi Br Tarigan

Biro Humas dan Dokumentasi

Kepala Biro : Robert Tarigan, SH.

Wakil : Robert Perangin angin

Anggota : - Tripena Br Pelawi

- Sapria Tarigan

Biro Inventarisasi Budaya dan Penerbitan, Pendaftaran Kekayaan Budaya

Kepala Biro : Bobking Sidney Ginting,S.Sos. Msi

Wakil : Mirden Ginting

Anggota : - Pratiwi Br Sembiring

- Berry Sinuraya

Biro Pengobatan Tradisional Karo

Koordinator : Muhammad Sidiq Sinuraya

Wakil Koordinator : Ermen Ginting (Tabib Ginsu)

Anggota :- Bustami

- rida Wati Br Ginting

Biro Kemahasiswaan

Koordinator : Frans Seda Sitepu

Wakil : Diana Br Surbakti

Anggota : - Tri Syahputra Sitepu

: - Mirden Ginting